KUASAI 4 JENIS RISET BERIKUT : TUGAS AKHIR MAHASISWA DESAIN JADI LEBIH MUDAH

Novena Ulita, S.Pd., M.Sn. – Akademisi Desain Komunikasi Visual

 

Bagi mahasiswa desain, tugas akhir merupakan bagian terpenting dalam sejarah kelulusan. Tugas akhir adalah representasi dari proses berpikir dan problem solving yang dilakukan.

Dalam ruang akademik, salah satu pondasi utama dalam proses merancang ini adalah riset. Mahasiswa desain diharapkan mampu membuat keputusan desain dari pertimbangan berdasarkan data yang diperoleh dari riset yang telah dilakukan.

Sayangnya, masih banyak mahasiswa desain yang menganggap riset sebagai kewajiban akademik semata—yang penting ada. Padahal, riset justru bisa menjadi sumber inspirasi, bahan pembentuk konsep, hingga penentu keberhasilan desain yang relevan dan tepat guna.

Nah, tulisan ini akan membahas tentang kenapa riset itu penting dalam tugas akhir mahasiswa desain dan bentuk-bentuk riset apa saja yang sebaiknya dilakukan selama proses perancangan.

Mengapa Riset Penting dalam Proyek Tugas Akhir?

Desain yang baik bukan hanya soal estetika, tapi juga berkaitan dengan relevansi, fungsi, dan konteks. Tanpa riset, desain hanya akan bersifat subjektif semata—tidak berpijak pada kebutuhan nyata target perancangan atau permasalahan yang ingin diselesaikan.

Beberapa bentuk riset yang dilakukan :

1. Riset Menemukan Fenomena dan Masalah

Tugas akhir biasanya diawali dengan pernyataan masalah. Riset membantu mahasiswa mengenali latar belakang permasalahan, akar penyebab, dan kemungkinan pendekatan penyelesaiannya. Riset ini biasanya lebih bersifat studi literatur yang membaca berbagai kajian sehingga desainer mampu mendalami dan memahami suatu kondisi dan situasi tertentu. Pada riset ini desainer melihat beberapa hal :

  • Kebenaran fenomena yang terjadi
  • Keterpihakkan/stakeholder yang terlibat pada suatu fenomena tertentu
  • Tingkat urgensi dan peluang keterjangkauan stakeholder tertentu terkait fenomena tertentu
  • Menemukan masalah dan potensi

Contoh penerapan :

Fenomena prokrastinasi akademik yang terjadi sangat ini pada mahasiswa yang sering membuat kelelahan studi sehingga memunculkan burn out.

Dari fenomena tersebut ditinjaulah beberapa kajian literatur yang membahas tentang fenomena tersebut, dan berupaya memvalidasi kebenarannya. Setelah itu selanjutnya desainer melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi penyebab terjadinya prokrastinasi akademik, baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Tentu, menelusuri situasi tersebut melalui bahan kajian yang relevan dengan prokrastinasi akademik. Maka, dari studi literatur ditemukan pihak yang paling signifikan mempengaruhi terjadinya prokrastinasi akademik, misalnya contoh : peran pengajar dalam universitas.

Nah hal ini mengarahkan desainer mampu berfikir kritis/critical thinking pada pendalaman situasi yang memberikan pengaruh besar untuk mencegah terjadinya prokrastinasi akademik. Dan dengan mendalami situasi dan kondisi maka desainer mampu menemukan masalah dan potensi situasi yang dapat dijadikan motivasi perancangan tugas akhir.

2. Riset Menemukan Target Potensial Perancangan

Tanpa memahami siapa yang akan menggunakan atau berinteraksi dengan desain, maka desain tersebut bisa jadi salah sasaran dan cenderung menimbulkan masalah baru. Riset membantu mendefinisikan karakter, perilaku, dan kebutuhan target pengguna. Dalam riset ini yang dilakukan desainer adalah menggali preferensi target dengan menggunakan strategi segmentasi, targeting dan positioning.

Riset ini dapat dilakukan jika anda sudah menyelesaikan riset validasi fenomena dan masalah sebelumnya. Dari temuan fenomena desainer sudah menemukan target yang memberikan pengaruh signifikan pada permasalahan tersebut sehingga selanjutnya menjadi target sasaran. Pada riset ini desainer akan menemukan beberapa hal :

  • Preferensi target perancangan dan menemukan indikator
  • Kuadran target potensial menjadi spesifik topik perancangan
  • Persona target perancangan

Untuk melakukan riset tersebut desainer dalam menggunakan metode merancang design thinking khususnya pada tahapan empathize yakni menggunakan peta empati. Anda dapat melakukan dengan pendekatan ilmiah kuantitatif maupun kualitatif.

Contoh Penerapan :

Setelah sebelumnya sudah menvalidasi fenomena dan menemukan masalah serta mengetahui target sasaran terjadinya prokrastinasi akademik, misalnya ditemukan target sasarannya dalam situasi tersebut adalah peran pengajar di universitas. Dari target sasaran tersebut desainer melakukan wawancara pada 10 orang yang mengajar di universitas. Pertanyaan wawancara menggunakan panduan peta empati design thinking (say, feel, think dan do), adapun jumlah pertanyaan dapat disesuaikan dengan hal seberapa dalam ingin mengkaji situasi dan kondisi para target sasaran perspektif mereka terhadap permasalahan prokrastinasi akademik yang terjadi.

Anda dapat menggunakan bantuan chat gpt untuk merumuskan panduan pertanyaan wawancara (pendekatan kualitatif) dengan prompt berikut :

Saya hendak merancang proyek desain yang berkaitan dengan fenomena prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Target sasaran terkait yakni peran pengajar di universitas. Bantu saya buatkan 20 pertanyaan yang dapat menggali situasi dan kondisi fenomena dan masalah yang terjadi dengan menggunakan peta empati (think, say, feel dan do). Dari 20 pertanyaan wawancara terdapat pula 5 pertanyaan terkait preferensi perilaku pengajar di universitas. Adapun pertanyaan sedapatnya menggali perspektif pengajar terhadap fenomena prokrastinasi akademik yang tidak mengintervensi kondisi tertentu.

Silahkan ada coba ketik prompt di atas dan anda akan melihat bentuk panduan pertanyaan yang membantu anda melakukan peta empati, dalam hal ini para pengajar di universitas.

Dari panduan tersebut selanjutnya desainer dapat melakukan wawancara pada minimal 10 pengajar di universitas. Dan kemudian mengkategorikan jawaban ke dalam peta empati sesuai template design thinking. Selanjutnya setelah melakukan hal demikian, desainer dapat mengidentifikasi adanya 2 indikator prefrensi perilaku pengajar di universitas, yakni :

  1. Ada yang peduli dan tidak peduli terhadap fenomena prokrastinasi akademik ( Sumbu X)
  2. Ada yang menggunakan pendekatan metode dan tanpa metode dalam pengajaran akademik. ( Sumbu Y)

Dua hal tersebut di atas yang kemudian di gambarkan dalam grafik XY (+dan -)

Sehingga akan menemukan 4 kuadran berbeda yakni :

Kudran 1 : pengajar yang peduli prokrastinasi akademik dan menggunakan metode untuk membantu mahasiswa dalam pengajaran.

Kudran 2 : pengajar yang peduli prokrastinasi akademik namun tidak menggunakan metode untuk membantu mahasiswa dalam pengajaran.

Kudran 3 : pengajar yang tidak peduli prokrastinasi akademik dan juga tidak memiliki metode untuk membantu mahasiswa dalam pengajaran.

Kuadran 4 : pengajar yang tidak peduli prokrastinasi akademik namun memiliki metode untuk membantu mahasiswa dalam pengajaran.

Dengan segmentasi menggunakan grafik XY di atas, maka desainer muda dapat mempertimbangkan siapa yang menjadi target potensial perancangannya (hal ini kemudian disebut sebagai langkah targeting). Jika permasalahan adalah hendak menemukan solusi terhadap peran pengajar di universitas, maka target potensial yang tepat adalah kuadran 3. Oleh sebab itu target tersebut menjadi persona yang direkayasa menggunakan template persona design thinking.

Maka jika hendak membuat karya DKV berupa edukasi pada pengajar atas permasalahan prokrastinasi akademik, materi informasi akan mulai diarahkan pada membangun kesadaran pengajar terhadap urgensinya prokrastinasi akademik, peranan pengajar di universitas mengurangi terjadinya prokrastinasi akademik, dampak buruk prokrastinasi akademik dari sudut pandang peta empati sebelumnya dan terakhir berkenaan dengan pentingnya metode pengajaran akademik agar dapat terhindar dari prokrastinasi akademik.

Dengan hal ini maka sudah mencapai pada tahapan positioning karya dan menjadi acuan pertimbangan desain selanjutnya

3. Riset Pengembangan Ide Membangun Konsep Desain

Ide desain yang kuat lahir dari proses riset yang menggunakan prinsip iterasi. Ide lahir secara bertahap dan berkembang dengan melakukan uji desain berulang. Dari riset, mahasiswa bisa menyusun konsep yang tidak hanya kreatif tapi juga setiap konsep desain lahir dari pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Konsep desain tidak muncul dari satu kali uji desain saja, biasanya dibutuhkan 3 – 5 kali proses uji desain agar karya desain dapat tepat guna memberikan solusi pada target perancangan.

Pada riset ini desainer melihat menemukan beberapa hal ;

  • Eksplorasi konsep desain dari karya sejenis
  • Menggali elemen desain spesifik dengan perspektif tertentu dalam desain
  • Memahami struktur suatu karya desain yang akan dirancang
  • Menemukan orisinalitas karya yang akan dirancang

Riset ini juga dapat dilakukan dengan pendekatan ilmiah kuantitatif maupun kualitatif, namun tergantung dengan tujuan riset dan rumusan masalah riset yang akan menjadi fokus utama. Pada riset ini desainer lebih terpusat pada unsur atau elemen desain suatu karya desain, melihat strukturnya dari eksplorasi yang dilakukan sehingga mampu menemukan orisinalitas karya yang akan dirancang.

Salah satu kata – kata seorang filsuf : anda akan dapat menemukan ide anda ketika anda mengetahui atau mendengar ide orang lain.

Anda tentu akan kesulitan merancang jika anda belum memahami betul unsur dan struktur utama dalam suatu karya desain tersebut.

Untuk dapat melakukan riset ini, anda harus memahami konsep objek materi dan objek forma sehingga ada paham betul hal apa yang akan dikaji dan dengab sudut pandang apa yang digunakan dalam mengkaji suatu karya desain.

Contoh Penerapan :

Eksplorasi X (objek materi desain) menggunakan prinsip Y (objek forma)

4. Riset Penguatan Ide Uji Desain Konsep

Ketika diuji di sidang tugas akhir, desain yang didukung dengan data dan analisis dari riset akan jauh lebih meyakinkan daripada sekadar berdasarkan intuisi atau referensi visual semata. Untuk itu riset akhir yang dilakukan yakni riset eksperimen berkenaan uji desain dari konsep yang telah dirumuskan sebelumnya. Berikut beberapa hal yang perlu ditemukan dalam riset uji desain :

  • Menemukan alternatif desain
  • Memilih 1 dari 3 alternatif desain
  • Penguatan strategi desain

Contoh penerapan :

“Eksperimen Uji Efektivitas Desain Visual Reminder Adaptif terhadap Penurunan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa”

Objek Materi: Visual reminder adaptif (desain pengingat yang menyesuaikan perilaku pengguna).

Objek Forma: Prinsip adaptasi visual dan interaktivitas desain.

Bentuk-bentuk Riset dalam Perancangan Tugas Akhir

Riset dalam konteks desain bukan cuma tentang baca jurnal atau ambil data dari internet. Ada berbagai metode dan pendekatan riset yang bisa dilakukan. Berikut perbedaan riset yang sebaiknya dipertimbangkan oleh mahasiswa desain:

RISET EKSPLORASI VS EKSPERIMEN

Riset eksplorasi merupakan riset menemukan referensi (minimal 3 karya yang ditinjau) memahami unsur dan struktur karya desain tertentu sedangkan riset eksperimen adalah riset yang menguji prototype karya desain ( 1 karya desain) yang sudah dikerjakan oleh desainer minimal 30% bagian karya dari keseluruhan karya.

Misalnya karya berupa video maka ketika uji desain, desainer sudah menyelesaikan 30% scene dari keseluruhan scene yang akan dirancang selanjutnya. Jika keseluruhan ada 10 scene, maka dalam prototype yang diuji sudah berhasil menyelesaikan 3 scene untuk diujikan dalam riset eksperimen yakni riset penguatan penguatan ide.

Riset adalah proses pengumpulan data terstruktur dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Maka desainer harus memiliki wawasan tentang metode penelitian yang tepat.

Tips Melakukan Riset yang Efektif

Berikut beberapa tips agar risetmu tidak sia-sia dan benar-benar membantu proses desain:

  • Tentukan tujuan riset sejak awal: Apa yang ingin kamu cari tahu?
  • Gunakan kombinasi metode: Jangan hanya mengandalkan satu jenis riset. Kombinasikan antara wawancara, observasi, dan studi literatur.
  • Dokumentasikan hasil riset dengan rapi: Gunakan mind map, tabel, atau visualisasi agar mudah dianalisis.
  • Refleksikan data yang kamu peroleh: Apa makna data tersebut untuk proyek desainmu?
  • Selalu kaitkan riset dengan keputusan desain: Tunjukkan bahwa setiap pilihan desain kamu didasarkan pada temuan riset.

Riset bukan sekadar syarat akademik untuk lulus tugas akhir. Ia adalah pondasi dari setiap keputusan desain yang kamu buat. Semakin kuat risetmu, semakin baik strategi desain yang kamu hasilkan—tidak hanya dari sisi estetika, tapi juga dari sisi fungsi, konteks, dan dampaknya.

Jadi, jangan buru-buru buka software desain sebelum kamu benar-benar “kenal” dengan masalah yang ingin kamu pecahkan. Mulailah dengan riset yang serius, menyeluruh, dan relevan. Karena desain yang baik selalu dimulai dari pemahaman yang mendalam.

Kalau kamu sedang di fase awal tugas akhir dan masih bingung harus mulai dari mana, mulailah dari satu pertanyaan ini: “Masalah apa yang benar-benar ingin aku selesaikan lewat desainku?”

Dan dari situ, risetmu akan menemukan jalannya sendiri. Selamat berfikir dan mencoba

Array
Related posts

5 thoughts on “KUASAI 4 JENIS RISET BERIKUT : TUGAS AKHIR MAHASISWA DESAIN JADI LEBIH MUDAH

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *